Pagi ini...na lebih pagi ke kantor, dan belum ada satu orangpun yang hadir....memejamkan mata sejenak dan tiba-tiba terlintas kisah ketika na pertama kali merasakan bahwa antara memberi dan menerima adalah satu kepingan yang tak pernah terpisah.....ini kisahnya....:)
Pada suatu sore, na sedang menunggu seorang dosen di sebuah kampus negeri di kota Medan untuk mengurus jadwal sidang skripsi. Di tengah penantian tersebut, na melihat seorang teman sedang menangis dan lari tergesa-gesa menuju sebuah ruangan yang ada di kampus. Melihat hal tersebut, na langsung bergegas menuju kesana dan mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Sambil terisak-isak teman tersebut menjelaskan bahwa skripsinya ditolak dan ia harus mulai dari awal lagi sementara jadwal wisuda sudah sangat dekat yaitu tinggal 3 bulan lagi. Jika tidak bisa mengejar wisuda periode ini maka itu artinya ia harus membayar uang kuliah lagi dan ia sama sekali sudah tidak punya uang. Mendengar hal tersebut, na terdiam sejenak dan kemudian dengan kobar semangat 45 na mengajukan diri untuk membantunya menyelesaikan skripsinya. Setelah na mengatakan hal tersebut tangisnya mulai berhenti dan dia memegang tangan na dengan sangat erat dan berkata “ terima kasih…betapa beruntungnya saya mengenal kamu!” . Na hanya tertegun dan merasakan untuk pertama kali ternyata begitu indah ketika bisa berarti untuk orang lain. Ketika melihat senyum kecilnya mulai merekah maka ujung bibir ini juga ikut tertarik dan memberikan senyum bahagia. Pada saat ini na berfikir…sungguh sebenarnya yang bahagia adalah diri ini…dan yang sangat beruntung adalah jiwa ini...ternyata...ternyata aku bisa membuatnya tersenyum.
Satu bulan penuh na tidur di rumahnya dan membantunya mengerjakan skripsinya dan alhamdulillah akhirnya skripsi itu dapat selesai selama 1, 5 bulan. Sidang skripsipun akhirnya digelar dan ia mendapatkan nilai yang cukup memuaskan. Mengetahui hal tersebut, na melompat kegirangan sambil berteriak bahagia.. Sesungguhnya bukan hanya dia yang menerima kebahagiaan namun na juga menerima kebahagiaan.
Kisah ini mengajari diri ini akan kekuatan memberi. Ketika kita memberi maka secara bersamaan sesungguhnya kita juga sedang menerima. Memberi dan menerima merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.
Kekuatan memberi (dan menerima) ini demikian dahsyat karena merupakan esensi dari alam semesta itu sendiri. Alam semesta berjalan menurut sirkulasi memberi dan menerima. Coba kita perhatikan. Dalam seluruh fenomena alam, terjadi sebuah mekanisme memberi dan menerima. Manusia menghirup oksigen, dan menghembuskan karbon-dioksida, sementara tanaman, menggunakan karbon-dioksida dalam proses fotosintesa, dan membebaskan oksigen.
Pertanyaan yang paling sering muncul adalah: Apakah yang harus saya berikan? Yah…ini kerap sekali muncul…maka jawabnya sesungguhnya hanya satu…berikanlah apapun yang bisa anda berikan. Memberi tidak harus dalam bentuk harta dan materi…memberi bisa dalam bentuk cinta dan kasih sayang yang anda miliki, bisa dalam bentuk ilmu dan kata yang anda kuasai, bisa dalam bentuk tahta yang anda miliki…
- Cinta. Mungkin Anda langsung tertawa. Ah, kalau cuma cinta saya sudah berikan setiap saat untuk keluarga saya. Mungkin Anda benar. Yang harus Anda ingat adalah, seperti kata Stephen Covey, Cinta adalah kata kerja, bukan kata benda. Artinya, harus di praktek-kan. Ya, kalau Anda sudah memiliki cinta untuk orang-orang terdekat Anda, praktek-kan. Berapa kali Anda dalam sehari memeluk dan mengusap kepala anak Anda? Dan mengucapkan bahwa Anda sayang anak Anda?
- Pengetahuan. Anda pasti tahu sesuatu labih baik dari seseorang. Mungkin Anda jago memasak gulai asem, tulis dan bagikan. Anda pintar dalam mengurus tanaman asparagus? Bagikan. Bagikan pengetahuan Anda, karena semakin banyak anda membagi pengetahuan anda semakin banyak pula pengetahuan itu bertambah. Dengan anda membaginya..mungkin akan ada yang memberi masukan, yang bertanya, yang menambahkan sehingga anda semakin mengetahui apa yang belum anda ketahui.
No comments:
Post a Comment